Kepada, lelakiku.
Di mana aku kelak melabuhkan hatiku.
Bukanlah perkara mudah bagi kita meninggalkan zona yang nyaman lalu menghempas diri pada lautan risiko bernama kehidupan rumah tangga. Namun kamu melakukannya, dan memilihku dalam menjalani segala yang menurut mereka adalah titik balik hidup sebenar-benarnya.
Maka sebelum semuanya, aku mengucapkan terima kasih.
Terima kasih telah nekat beranjak dari rumah nyaman yang di dalamnya selalu mengepul uap nasi hangat, sup panas dan lauk-pauk untuk kemudian memilih menjudikan perutmu pada masakanku yang tak sehebat buatan ibumu. Kamu tahu betapa aku tak pandai memasak --bahkan mi instan saja kadang tak matang atau justru gosong-- namun kau taruhkan masa depan lambungmu padaku.
Terima kasih telah sudi jadi lelaki yang mengambil alih tanggung jawab ayahku yang berat, menjagaku. Mengayomi, mengajari, menuntun pelan-pelan. Menjadi sosok yang menggantikan ayah mendengar celotehku tiap pagi atau membelikanku mi ayam, roti cane, atau sate ketika suatu saat aku ingin. Kamu tahu betapa aku mengandalkan ayah dalam hidupku --bahkan untuk hal remeh temeh seperti menanyakan alamat-- namun kau beranikan dirimu mengerjakan tugasnya dalam mengasihi dan melindungiku.
Terima kasih telah meletakkan hatimu kepadaku, menaruh nasibmu kepadaku bukan hanya dua-tiga tahun tapi (semoga) selamanya sampai tutup waktumu, memercayakan aku untuk mengandung dan membesarkan anak-anakmu kelak. Hampir mustahil rasanya akan ada lelaki yang mengerti aku sebegitu rupa, memahami kurang-kurangku dengan sabar sehingga aku tergerak jadi lebih baik. Mencintai aku dengan segenap-ganjilnya aku, dan memilih mempertahankannya dan bertekad untuk maju bersama-sama. Kamu tahu aku bukanlah wanita luar biasa, hanya perempuan yang manja-cengeng-insecure yang kadang berlebihan namun kamu berikan aku keyakinan bahwa aku jauh lebih baik dari itu.
Terima kasih, sungguh. Nanti, dalam waktu-waktu bersama yang panjang, mungkin beberapa kali aku mengecewakanmu, menyakitimu, melukaimu, namun ingatlah bahwa tak semua itu terjadi atas kesengajaanku atau karena aku telah berkurang rasa cinta kepadamu.
Sebab kasihku, saat aku menuliskan ini hingga nanti saat kita duduk berdua berdamping menyalami tamu-tamu yang berdatangan di pernikahan kita, kamu harus paham dan tahu..
Aku memilihmu. Sekali ini dan seterusnya begitu.
Di mana aku kelak melabuhkan hatiku.
Bukanlah perkara mudah bagi kita meninggalkan zona yang nyaman lalu menghempas diri pada lautan risiko bernama kehidupan rumah tangga. Namun kamu melakukannya, dan memilihku dalam menjalani segala yang menurut mereka adalah titik balik hidup sebenar-benarnya.
Maka sebelum semuanya, aku mengucapkan terima kasih.
Terima kasih telah nekat beranjak dari rumah nyaman yang di dalamnya selalu mengepul uap nasi hangat, sup panas dan lauk-pauk untuk kemudian memilih menjudikan perutmu pada masakanku yang tak sehebat buatan ibumu. Kamu tahu betapa aku tak pandai memasak --bahkan mi instan saja kadang tak matang atau justru gosong-- namun kau taruhkan masa depan lambungmu padaku.
Terima kasih telah sudi jadi lelaki yang mengambil alih tanggung jawab ayahku yang berat, menjagaku. Mengayomi, mengajari, menuntun pelan-pelan. Menjadi sosok yang menggantikan ayah mendengar celotehku tiap pagi atau membelikanku mi ayam, roti cane, atau sate ketika suatu saat aku ingin. Kamu tahu betapa aku mengandalkan ayah dalam hidupku --bahkan untuk hal remeh temeh seperti menanyakan alamat-- namun kau beranikan dirimu mengerjakan tugasnya dalam mengasihi dan melindungiku.
Terima kasih telah meletakkan hatimu kepadaku, menaruh nasibmu kepadaku bukan hanya dua-tiga tahun tapi (semoga) selamanya sampai tutup waktumu, memercayakan aku untuk mengandung dan membesarkan anak-anakmu kelak. Hampir mustahil rasanya akan ada lelaki yang mengerti aku sebegitu rupa, memahami kurang-kurangku dengan sabar sehingga aku tergerak jadi lebih baik. Mencintai aku dengan segenap-ganjilnya aku, dan memilih mempertahankannya dan bertekad untuk maju bersama-sama. Kamu tahu aku bukanlah wanita luar biasa, hanya perempuan yang manja-cengeng-insecure yang kadang berlebihan namun kamu berikan aku keyakinan bahwa aku jauh lebih baik dari itu.
Terima kasih, sungguh. Nanti, dalam waktu-waktu bersama yang panjang, mungkin beberapa kali aku mengecewakanmu, menyakitimu, melukaimu, namun ingatlah bahwa tak semua itu terjadi atas kesengajaanku atau karena aku telah berkurang rasa cinta kepadamu.
Sebab kasihku, saat aku menuliskan ini hingga nanti saat kita duduk berdua berdamping menyalami tamu-tamu yang berdatangan di pernikahan kita, kamu harus paham dan tahu..
Aku memilihmu. Sekali ini dan seterusnya begitu.
untuk kamu kelak
by
Isma Hadiatmaja
on
9:53:00 PM
Kepada, lelakiku. Di mana aku kelak melabuhkan hatiku. Bukanlah perkara mudah bagi kita meninggalkan zona yang nyaman lalu menghempas dir...