teruntuk dia, yang sekeping hatiku ada padanya.

pontianak, 14 januari 2012


dear kamu,

iya, kamu. yang dua tahun lalu masih jadi orang paling penting sedunia bagi aku.


apa kabar?
kurasa terlalu basa - basi untuk menanyakan hal itu, karna toh kita masih biasa bertemu, sesekali. terakhir aku melihatmu, tahun lalu, di penghujung desember. dan yang kulihat, kau baik - baik saja. jadi sebetulnya, tak perlu aku tanyakan lagi kabarmu, benar?

bagaimana keadaanmu sekarang?
kali ini bukan pertanyaan basa - basi. aku memang tak tahu bagaimana keadaanmu, apakah kau memang baik? apa kau bahagia? dari sepenglihatanku, sepertinya ya. namun rasanya tak adil jika aku membicarakan keadaanmu hanya berdasarkan penilaian sepihak saja. tapi sudahlah, tak penting keadaanmu bagaimana karena sesungguhnya aku tak benar - benar ingin tau. bukannya tak peduli, tapi toh untuk apa? bukankah cerita kita sudah berakhir lama?

sudah lama ya, rasanya aku tak pernah menulis untukmu lagi? terakhir adalah surat untukmu sebelum kau pergi ke kota lain. surat yang menutup sekaligus membuka. surat yang berisi tentang isi hati, harapan dan pemikiran. surat pertama dan kukira akan jadi yang terakhir kuberikan untukmu.

sebab pada saat itu.. aku berpikir, untuk apa menulis buatmu lagi? percuma saja.

sama percumanya dengan menanyakan padamu, 'sudah makan? lagi apa?'
percuma, toh pertanyaan itu tak dibutuhkan lagi karena bukankah sudah ada dia, yang kurasa dapat melengkapimu lebih dari yang kulakukan dulu. yang mungkin perhatiannya lebih utuh daripada aku yang hanya memberi sebatas yang kau butuh. yang mungkin mengertimu lebih sempurna, tak seperti aku yang penuh dengan alpa.

sama percumanya dengan membiarkan rindu - rindu berkelayapan di hatiku seperginya kamu.
percuma, karena tentunya rindu - rindu itu hanya akan berdiam dan beranak pinak di kepalaku sendiri. tak bisa kualamatkan padamu lagi, karena hanya akan tertahan di pintu depan hatimu yang telah kau batasi sejak kau sudah temukan pengirim rindu yang lain, yang rindunya akan kau balas, tak seperti rinduku yang tak kau beri impas.

sama percumanya dengan menangisimu tiap malam hingga sesubuhan.
percuma, karena toh air mataku tak kan membawa apa - apa. hanya akan berlinang, sama seperti kenangan kita yang menggenang. sementara kau terus saja melenggang, dengan dia yang kini kau sayang, meninggalkan aku dibunuh rasa sesak dan sesal yang terus - terusan membayang.

sama percumanya dengan menggantungkan padamu sebuah kesempatan.
percuma, karena seluas apapun pintuku aku bukakan, pada akhirnya hanya akan menjadi apa yang terlewatkan. bagimu aku hanya sebuah serpihan masa lalu yang telak rusak, yang telah terkoyak. dan untukmu, lebih baik memulai cerita baru dan membiarkan yang lalu perlahan tertimbun waktu.

sama percumanya dengan menantimu kembali, di dalam detik menit yang berlalu dengan pasti.
percuma, karena pada akhirnya kau tidak juga disini. aku sendiri, hanya dibarengi sepi yang diam - diam mengekehi. aku hanya bertemankan senyap yang hadirnya terasa lenyap. kau tidak ada, meskipun janjimu kau akan membersamaiku lagi, namun ternyata hadirmu tiada jua. membiarkan aku dan penantianku menjadi apa yang sia - sia.


itulah mengapa menulis untukmu lagi juga jadi sesuatu yang percuma. buat apa? toh pada akhirnya untaian kata - kata hanya akan jadi apa - apa yang tak bermakna.

namun aku mengubah pikiranku belakangan ini. aku memutuskan untuk menulis untukmu, sekali lagi. tidak, bukan untuk meraihmu kembali, melainkan sebagai penutup apa yang sepertinya belum diakhiri.

ya, dua tahun berlalu sudah, tampan.
bagiku, kau bukan lagi jadi titik perhatian, objek rindu yang bertaburan, muara dari sedu sedan, orang yang layak diberi kesempatan serta sebuah tempat pemberhentian.

karena detik demi detik yang menemaniku telah mengajariku bagaimana bertahan. dan mengikhlaskan. bagaimana memulas senyum juga tawa yang tak terpengaruhi secarik kisah nostalgia.
kau sudah bersenang - senang dengan hidupmu yang sekarang, jadi tentu layak bagiku untuk melanjutkan perjalananku sebab hari kita kian petang. dan surat inilah yang menjadi tanda bahwa aku telah mengakhiri segala rasa, meskipun jauh terlambat, kuharap dalam menerimanya kau tak merasa berat.

selamat tinggal, dan sampai bertemu pada perjumpaan berikutnya. mungkin pada saat itu kita akan diiringi oleh teman perjalanan masing - masing, siapa yang bisa menduga? :)


aku akan senang atas setiap bahagiamu, meski itu bukan lagi karenaku dan atas doaku :)

dan oh ya, terima kasih.
darimu aku belajar bahwa untuk menjadi kuat, kadang kita harus cicipi derita hebat.






dari aku,
untukmu, yang sekeping hatiku ada padamu.

No comments:

Post a Comment

hey, you should leave a trace :D