Laron - laron masih menggerayangi tubuh lampu ruang tamuku. Cahayanya yang remang - remang memikat mereka. Jam menunjukkan pukul delapan. Masih awal, untuk ukuran akhir pekan.
Aku menarik nafasku dan menghembuskannya hati - hati. Sesekali menatap ke arah Burhan takut - takut. Adegan diam - diaman ini sudah berlangsung terlalu jauh! Sampai kapan harus begini?
Aku mengusap keringatku yang berlomba mengucur.
Ah, sudah berapa kali kondisi seperti ini terjadi padaku?
Lagi dan lagi!
Selalu saja seperti ini!
Aku lelah!
Perlahan, kugerakkan tanganku untuk menarik taplak meja yang miring agar kembali ke posisinya semula
Dahi Burhan melipat dua, berkerut dengan air muka tak terbaca.
"Hmm, aku.." tak berani kukeluarkan lagi kata - kata yang menyesak dadaku.
"Kau yakin?" tanya Burhan pelan.
Aku menggaruk leherku.
Gatal.
Hening menyapa selama ratusan detik. Aku tak sanggup menghitungnya, karena sedetik pun terasa satu tahun bagiku.
"Maaf. lagi-lagi maaf. aku-"
"Bukan salahmu. salahku." selaku. Aku tak ingin mendengar Burhan bersuara lagi.
Burhan menggerakkan tangannya.
Aku terpejam, telingaku menolak mendengar kata - kata yang paling tak mau aku dengar.
"Skak mat!" pekik Burhan serak.
Habislah aku. Ini sudah yang ketiga kalinya.
flash fiction, 169 kata.
originally written circa 2009
Aku menarik nafasku dan menghembuskannya hati - hati. Sesekali menatap ke arah Burhan takut - takut. Adegan diam - diaman ini sudah berlangsung terlalu jauh! Sampai kapan harus begini?
Aku mengusap keringatku yang berlomba mengucur.
Ah, sudah berapa kali kondisi seperti ini terjadi padaku?
Lagi dan lagi!
Selalu saja seperti ini!
Aku lelah!
Perlahan, kugerakkan tanganku untuk menarik taplak meja yang miring agar kembali ke posisinya semula
Dahi Burhan melipat dua, berkerut dengan air muka tak terbaca.
"Hmm, aku.." tak berani kukeluarkan lagi kata - kata yang menyesak dadaku.
"Kau yakin?" tanya Burhan pelan.
Aku menggaruk leherku.
Gatal.
Hening menyapa selama ratusan detik. Aku tak sanggup menghitungnya, karena sedetik pun terasa satu tahun bagiku.
"Maaf. lagi-lagi maaf. aku-"
"Bukan salahmu. salahku." selaku. Aku tak ingin mendengar Burhan bersuara lagi.
Burhan menggerakkan tangannya.
Aku terpejam, telingaku menolak mendengar kata - kata yang paling tak mau aku dengar.
"Skak mat!" pekik Burhan serak.
Habislah aku. Ini sudah yang ketiga kalinya.
flash fiction, 169 kata.
originally written circa 2009
aku benci situasi ini
by
Isma Hadiatmaja
on
12:29:00 PM
Laron - laron masih menggerayangi tubuh lampu ruang tamuku. Cahayanya yang remang - remang memikat mereka. Jam menunjukkan pukul delapan. Ma...