Denganmu
aku melumpuhkan luka, membunuh lengang. Merengkuh cinta, memintal kenang.

Denganmu
aku mendekap bahagia, menggenggam tenang, Mempersunting tawa, memiliki senang.

denganmu

by on 7:21:00 AM
Denganmu aku melumpuhkan luka, membunuh lengang. Merengkuh cinta, memintal kenang. Denganmu aku mendekap bahagia, menggenggam tenang, Me...
Tiga.. empat.. lima.. detik berlalu. Begitu saja. Wajahmu masih menjadi satu-satunya objek yang dapat membuatku hilang kata-kata. Cantik, dan sungguh aku ingin memandangimu terus-menerus tanpa diusik. Kepalaku rasanya ingin kutampar bolak-balik, leherku ingin kucekik.
“Hey, kenapa?” Tanyamu, membuat aku mesti susah payah menyembunyikan rasa malu.

Ah, wanita. Bahkan dua kata yang kau lontarkan membuatku merasa hendak menggenggam samudra.

“Ada yang salah ya di mukaku?” Tanyamu lagi.
“Ngg.. nggak, nggak ada. Bukunya bagus.” Jawabku, sedikit ragu. Satu-satunya hal yang salah di wajahmu adalah kenyataan bahwa Tuhan menciptakannya begitu sempurna, setidaknya begitu yang tertangkap bola mataku.
Lalu kau tertawa dan melanjutkan membaca. Aku menundukkan kepala, berusaha mencerna kata demi kata yang tercetak pada buku bersampul biru tua. Seharusnya, cintaku jatuh pada buku dan tulisan saja. Lebih mudah, jelas tidak perlu rumit menghadapinya.

Sejak kapan aku jadi puitis begini, aku ingin muntah saja.


Tiga.. empat.. lima… menit berlalu. Kita masih bisu menenggelamkan diri dalam tumpuk demi tumpuk buku. Koreksi, hanya kau, tidak aku. Karena mataku sesekali diam-diam mencuri lihat sosokmu. Sesekali ingin kuserapah perputaran dunia, sebab menjatuhkan kamu di tempat ini – yang dulunya kusebut surga. Kini, aku harus melihatmu setidaknya seminggu dua kali, dan sejak itu aku mengklaim, perpustakaan ini adalah jelmaan neraka.

Ya Tuhan, memendam rasa tidak pernah menjadi pekerjaan yang menyenangkan.

Namun rupanya dunia tak berhenti bermain sampai di situ saja, kau tahu? Entah sebab apa, kala itu kau menegurku. Kau bilang tertarik dengan buku yang kupegang, dan meminta izin untuk meminjamnya setelahku. Tentu saja aku langsung mengangguk bak kerbau dicucuk hidung, dan hatiku tanpa diperintah seketika bersenandung. Dan itulah hari dimana pertama kali kita membuat janji untuk bertemu di tempat ini lagi. Yang sesekali memaksa kita lanjut berjalan kaki menuju kedai kopi, menceritakan inci demi inci buku yang tadi kita kuliti. Membahasnya satu persatu seolah tidak ada hal lain yang bisa dibicarakan selain karakter-karakter mempesona, ending-ending mengejutkan, bait demi bait kata yang membuatmu berdecak kagum sepenuh ujung kaki hingga kepala.

Wahai nona, mencintaimupun membuat aku merasakan hal yang sama.
Tiga, empat, lima… jam berlalu. Aku tak habis pikir bagaimana bisa kau begitu betah hanya duduk dan membaca saja. Ya, memang ada kalanya kau tiba-tiba meletakkan bukumu dan beralih ke layar telepon genggam, mungkin penat dengan lembar-lembar kertas yang terus-terus kau pandangi. Atau ada orang yang harus kau hubungi, mungkin memberi tahu bahwa kau masih akan tinggal di sini sebentar lagi. Entahlah, apa yang kutahu tentang kau selain fakta bahwa kau adalah gadis yang sungguh gila membaca.

Gadis yang rupa-rupanya sanggup menyerap atensiku sejiwa seraga.

Tiga.. empat.. lima.. ha……, ah, hari, Tiga empat lima hari aku akan menemuimu kembali. Dan kepalaku akan memutar lagu yang sama, memainkan tiga empat lima berikutnya, tentu saja hanya di benakku sendiri. Yang sekejap menjadi tiga, empat, lima minggu dalam satu kedipan. Tiga, empat, lima, bulan. Terus begitu, hingga entah kapan lelah ini tak mampu lagi menahan.
Tak bisa kukatakan segenap rasa ini juwita, sebab kekasihmu tak pernah sekalipun alpa menjemputmu, tepat ketika buku terakhirmu genap dibaca. Aku, si bodoh ini, hanya akan menjadi lelaki yang mencintaimu sambil berhitung tiga, empat, lima.

Sebab saat bersamamu, rasa-rasanya aku lupa segenap angka, dan hanya mengingat tiga, empat, dan lima.

tiga, empat, lima

by on 9:40:00 PM
Tiga .. empat .. lima .. detik berlalu . B egitu saja. Waja hmu masih menjadi s atu-satunya objek yang dapat membuatku hilang kata-kat...