Hujan
Langit mulai gerimis.
"Hujan selalu menyebalkan!" batin Rei sambil melintasi ruang kelas Kikan. Langkahnya mendadak terhenti ketika melihat Kikan berduaan dengan Danu. Perutnya mendadak terasa panas. Ia lantas mengamati mereka yang asyik membincangkan sesuatu. Mungkin karya ilmiah mereka, terlihat dari buku - buku yang bertebaran di meja Kikan. Rei hanya diam dan menunggu mereka selesai berbincang.
Lima menit kemudian, Danu keluar dari kelas. Pulang. Rei sontak bersembunyi di balik pilar, tak ingin ketahuan sudah memata - matai.
Setelah Danu jauh dari pandangan mata, ia kembali 'mengintai' Kikan yang kini sibuk membereskan buku - buku tadi. Menumpuknya.
Rei menunggu di luar, menahan rasa cemburu yang meledak - ledak di dada. Pikirannya sibuk menyusun kata - kata untuk menyerang Kikan.
"Ehm, asyik banget kayaknya tadi. sampai nggak inget bel pulang udah bunyi setengah jam lalu." sindirnya saat Kikan keluar kelas
"Apa sih?" jawab Kikan tak minat sambil memandang Rei yang bersandar di dinding. Buku - buku tadi bertumpuk di tangannya.
"Wah, pura - pura nggak tau. Itu tadi kamu asyik sama Danu." sindir Rei.
Kikan terus berjalan tanpa memandang Rei lagi. pundaknya terasa letih.
"Terserahlah, Rei." jawabnya pelan.
"Hei! tunggu! Aku cuma mau kamu jujur sekarang. Aku kan teman baik kamu, buat apa kamu sembunyikan dari aku? Kamu sama dia pasti ada apa - apanya, kan? Nggak mungkin kamu cuma temenan aja." peluru kata - kata yang tadi telah disusunnya, mulai dilesakkan satu demi satu.
"Apa sih, Rei? Kalau kamu kayak gitu terus - terusan, aku bisa nyangka kamu cemburu sama aku."
"Cemburu? mana mungkin! Aku cuma nggak suka kalau kamu sembunyiin sesuatu dari aku. Selama ini aja bilangnya cuma temen. padahal, diem - diem kamu pasti udah jadian kan sama dia? Wah, bahkan aku aja sampe nggak tau! jahat kamu, aku kan temen kamu.." suara Rei berbaur dengan deru hujan.
"Rei.. please.." Kikan sudah mulai merasa risih.
Rei tak peduli, ia melanjutkan kata - katanya yang terpotong, "..pantesan aja kamu jadi anggota KIR. pasti kamu pengen deket terus sama dia, kan? Aku udah ngira dari awal.."
"Rei, diam!"
"Kenapa? Malu ya ketauan udah naksir dia sejak lama? Kamu hebat banget udah bisa jadian sama Danu, cowok idaman.."
"Rei!"
"Kenapa nggak kasi tau semua orang aja? Kan bangga punya cowok ketua KIR..."
"Rei..." ia berhenti dan memandangi Rei lagi. Rei ikut berhenti tanpa memperhatikan kKkan dan terus saja menghujaninya dengan kata - kata.
"Wajar sih, kalau kamu suka banget sama dia. dia kan pinter, ganteng, ba..."
"YANG AKU SUKA TUH KAMU, REI! BUKAN DANU!" pekik Kikan, akhirnya. membungkam Rei dalam sekejap. Jantung Rei berdebar dua kali lebih cepat. perasaannya bercampur aduk, antara kaget dan senang. Rasa cemburu terkikis seketika.
"Nah, sekarang kamu mau bilang apa lagi?" katanya jengkel. namun, tak dipungkiri hatinya puas melihat reaksi Rei.
"Uhm..." Rei tampak salah tingkah, "Yaa.. sebenarnya itu bukan cara romantis buat nyatain cinta sih.." katanya seraya tersenyum jahil. Senyum Rei yang Kikan suka.
"Oh, ayolah Rei..." kata Kikan lelah, "Mendingan kamu bantu aku bawain buku - buku ini daripada sibuk nyeramahin aku."
Rei dengan sigap mengambil alih buku - buku di tangan Kikan. Mereka berjalan beriringan.
"Lagipula, aku nggak yakin kalau kamu punya cara yang lebih romantis buat nyatain cinta." kata Kikan. ia terkikik pelan di akhir kalimatnya.
"Oya? Siapa bilang? Gini - gini, aku juga bisa romantis, tau..!" sahut Rei.
"Hmm, kalau begitu, buktikan aja." jawab Kikan singkat. keduanya mengulum senyum. Beribu rencana beterbangan di pikiran Rei.
Hujan kian deras, tapi untuk pertama kalinya tak terasa menyebalkan bagi Rei. Sama sekali.
originally written at 24.12.2010, 577 kata
"Hujan selalu menyebalkan!" batin Rei sambil melintasi ruang kelas Kikan. Langkahnya mendadak terhenti ketika melihat Kikan berduaan dengan Danu. Perutnya mendadak terasa panas. Ia lantas mengamati mereka yang asyik membincangkan sesuatu. Mungkin karya ilmiah mereka, terlihat dari buku - buku yang bertebaran di meja Kikan. Rei hanya diam dan menunggu mereka selesai berbincang.
Lima menit kemudian, Danu keluar dari kelas. Pulang. Rei sontak bersembunyi di balik pilar, tak ingin ketahuan sudah memata - matai.
Setelah Danu jauh dari pandangan mata, ia kembali 'mengintai' Kikan yang kini sibuk membereskan buku - buku tadi. Menumpuknya.
Rei menunggu di luar, menahan rasa cemburu yang meledak - ledak di dada. Pikirannya sibuk menyusun kata - kata untuk menyerang Kikan.
"Ehm, asyik banget kayaknya tadi. sampai nggak inget bel pulang udah bunyi setengah jam lalu." sindirnya saat Kikan keluar kelas
"Apa sih?" jawab Kikan tak minat sambil memandang Rei yang bersandar di dinding. Buku - buku tadi bertumpuk di tangannya.
"Wah, pura - pura nggak tau. Itu tadi kamu asyik sama Danu." sindir Rei.
Kikan terus berjalan tanpa memandang Rei lagi. pundaknya terasa letih.
"Terserahlah, Rei." jawabnya pelan.
"Hei! tunggu! Aku cuma mau kamu jujur sekarang. Aku kan teman baik kamu, buat apa kamu sembunyikan dari aku? Kamu sama dia pasti ada apa - apanya, kan? Nggak mungkin kamu cuma temenan aja." peluru kata - kata yang tadi telah disusunnya, mulai dilesakkan satu demi satu.
"Apa sih, Rei? Kalau kamu kayak gitu terus - terusan, aku bisa nyangka kamu cemburu sama aku."
"Cemburu? mana mungkin! Aku cuma nggak suka kalau kamu sembunyiin sesuatu dari aku. Selama ini aja bilangnya cuma temen. padahal, diem - diem kamu pasti udah jadian kan sama dia? Wah, bahkan aku aja sampe nggak tau! jahat kamu, aku kan temen kamu.." suara Rei berbaur dengan deru hujan.
"Rei.. please.." Kikan sudah mulai merasa risih.
Rei tak peduli, ia melanjutkan kata - katanya yang terpotong, "..pantesan aja kamu jadi anggota KIR. pasti kamu pengen deket terus sama dia, kan? Aku udah ngira dari awal.."
"Rei, diam!"
"Kenapa? Malu ya ketauan udah naksir dia sejak lama? Kamu hebat banget udah bisa jadian sama Danu, cowok idaman.."
"Rei!"
"Kenapa nggak kasi tau semua orang aja? Kan bangga punya cowok ketua KIR..."
"Rei..." ia berhenti dan memandangi Rei lagi. Rei ikut berhenti tanpa memperhatikan kKkan dan terus saja menghujaninya dengan kata - kata.
"Wajar sih, kalau kamu suka banget sama dia. dia kan pinter, ganteng, ba..."
"YANG AKU SUKA TUH KAMU, REI! BUKAN DANU!" pekik Kikan, akhirnya. membungkam Rei dalam sekejap. Jantung Rei berdebar dua kali lebih cepat. perasaannya bercampur aduk, antara kaget dan senang. Rasa cemburu terkikis seketika.
"Nah, sekarang kamu mau bilang apa lagi?" katanya jengkel. namun, tak dipungkiri hatinya puas melihat reaksi Rei.
"Uhm..." Rei tampak salah tingkah, "Yaa.. sebenarnya itu bukan cara romantis buat nyatain cinta sih.." katanya seraya tersenyum jahil. Senyum Rei yang Kikan suka.
"Oh, ayolah Rei..." kata Kikan lelah, "Mendingan kamu bantu aku bawain buku - buku ini daripada sibuk nyeramahin aku."
Rei dengan sigap mengambil alih buku - buku di tangan Kikan. Mereka berjalan beriringan.
"Lagipula, aku nggak yakin kalau kamu punya cara yang lebih romantis buat nyatain cinta." kata Kikan. ia terkikik pelan di akhir kalimatnya.
"Oya? Siapa bilang? Gini - gini, aku juga bisa romantis, tau..!" sahut Rei.
"Hmm, kalau begitu, buktikan aja." jawab Kikan singkat. keduanya mengulum senyum. Beribu rencana beterbangan di pikiran Rei.
Hujan kian deras, tapi untuk pertama kalinya tak terasa menyebalkan bagi Rei. Sama sekali.
originally written at 24.12.2010, 577 kata
No comments:
Post a Comment
hey, you should leave a trace :D