kepada, cinta
Kepada, yang kukasihi
Cinta
Jangan jatuh.
Kami masih tak siap, tunggulah sebentar dulu.
Mata masih kempis kantung airnya, terlalu banyak tumpah waktu lalu. Bulir-bulir air yang baris-membaris bak ujan gerimis. Hingga pipi lelah menangkap, dan membiarkan mereka turun saja. Kelopak mata mesti sering berkedip dan pelupuk mata menjadi lebih panas, terlalu sering menangis terlalu sering pula menatap layar telepon genggam. Melelahkan, kau tau?
Tangan sudah sengal terlalu sering mendekap semu. Iya, sebab tak ada yang nyata yang dapat digenggam kecuali bayang-bayang yang dilamunkan tak menentu. Serasa ingin meninju namun ingin pula memeluk. Apa daya, tinggal jemari yang gigih mengetik pesan singkat, tak suah pula berbalas. Menunggu sia-sia itu menyebalkan, kau tau?
Hai, cinta. Jangan jatuh.
Jantung malas mendebar-debar terlalu keras, dag-dig-dug tak tentu. Perut belum siap diserbu kupu-
kupu. Pipi sudah jemu merona merah bersemu. Hidung bosan membau rindu.
Aku apalagi, letih sudah dibodohi. Berkali-kali. Tahukah kau cinta, setiap kali kau jatuh, mata melapor, tangan melapor, jantung melapor, perut melapor, pipi hidung melapor. Darah pun tak mau kalah, lomba-lomba naik padaku untuk -sekali lagi-melapor. Lalu hormon-hormon pun berguling-guling turun menuju mata, tangan, jantung, perut, pipi segala rupa untuk akhirnya melihat kau di dalam dera. Jatuh lalu melambung lalu dibanting berderai-derai. Jangan jatuh, kali ini diamlah. Tubuhmu masih rapuh, retakmu belum sembuh.
Duhai cinta,
Menurutku, kamu adalah penerjun yang sungguh payah. Terjun tanpa pernah membawa parasut.
Karena itu, sabar-sabarlah dulu. Jangan jatuh.
Penuh kasih, dari sahabatmu
Otak
Cinta
Jangan jatuh.
Kami masih tak siap, tunggulah sebentar dulu.
Mata masih kempis kantung airnya, terlalu banyak tumpah waktu lalu. Bulir-bulir air yang baris-membaris bak ujan gerimis. Hingga pipi lelah menangkap, dan membiarkan mereka turun saja. Kelopak mata mesti sering berkedip dan pelupuk mata menjadi lebih panas, terlalu sering menangis terlalu sering pula menatap layar telepon genggam. Melelahkan, kau tau?
Tangan sudah sengal terlalu sering mendekap semu. Iya, sebab tak ada yang nyata yang dapat digenggam kecuali bayang-bayang yang dilamunkan tak menentu. Serasa ingin meninju namun ingin pula memeluk. Apa daya, tinggal jemari yang gigih mengetik pesan singkat, tak suah pula berbalas. Menunggu sia-sia itu menyebalkan, kau tau?
Hai, cinta. Jangan jatuh.
Jantung malas mendebar-debar terlalu keras, dag-dig-dug tak tentu. Perut belum siap diserbu kupu-
kupu. Pipi sudah jemu merona merah bersemu. Hidung bosan membau rindu.
Aku apalagi, letih sudah dibodohi. Berkali-kali. Tahukah kau cinta, setiap kali kau jatuh, mata melapor, tangan melapor, jantung melapor, perut melapor, pipi hidung melapor. Darah pun tak mau kalah, lomba-lomba naik padaku untuk -sekali lagi-melapor. Lalu hormon-hormon pun berguling-guling turun menuju mata, tangan, jantung, perut, pipi segala rupa untuk akhirnya melihat kau di dalam dera. Jatuh lalu melambung lalu dibanting berderai-derai. Jangan jatuh, kali ini diamlah. Tubuhmu masih rapuh, retakmu belum sembuh.
Duhai cinta,
Menurutku, kamu adalah penerjun yang sungguh payah. Terjun tanpa pernah membawa parasut.
Karena itu, sabar-sabarlah dulu. Jangan jatuh.
Penuh kasih, dari sahabatmu
Otak
ah cinta emang susah diatur ya :D
ReplyDelete-ika
Hi, saya suka surat ini. Unik. Cuma mau bilang itu aja, thanks :)
ReplyDeletehttp://rettania.blogspot.com/
kak ika: memang, kalau diatur jadinya bukan cinta :'
ReplyDeleteretty: waah makasih banyak ya :D