tentang menjadikanmu guru
Hai, sobat lamaku,
Tahun-tahun dulu, kita berteman dekat. Setidaknya sekali dua kali sehari aku memanggilmu, mengajak bercengkerama. Kamu adalah bagian dariku yang kuanggap paling familiar. Ditemani kamu, aku merasa nyaman. Aku seperti kerbau dan kau lumpurnya, berkubang di dalammu adalah pekerjaanku, dusta bila kubilang aku tak menyenanginya.
Namun perubahan adalah mutlak, hal yang pasti terjadi. Setahun yang lalu seseorang datang padaku. Tak munafik sejak saat itu, lambat laun kita jarang bertemu. Dia membuatku melupakanmu waktu demi waktu. Setitik demi setitik, Hingga kini kita bak dua asing yang enggan bertatap muka.
Wahai bagian hidupku,
Aku bukan manusia sombong yang tak sudi memandang ke arahmu. Bukan sama sekali. Aku membutuhkanmu, dan menghargaimu jengkal demi jengkal. Tapi kini aku telah paham, telah mengerti. Dia mengajari bahwa kau hanyalah bagian diriku yang cukup kumiliki, tak perlulah terus-menerus aku kau iringi.
Duhai masa lalu, istirahatlah saja di kotakmu. Tenang dan diam sajalah di kepalaku, sebagai satu memori yang berpaut pada sistem limbikku. Mungkin ada satu dua waktu dimana aku mengunjungimu, menggenggammu dan menghadap wajahmu. Memaksamu keluar dari tempatmu mendengkur dengan nyaman saat aku lama tak menegur. Terimalah aku, sebagai muridmu yang ingin belajar padamu.
Masa laluku,
Aku tak mengapa kau gurui
asal jangan kau hantui.
Ajari aku pelajaran yang baik ;)
P.s. saudaramu, si masa depan itu tak kuketahui seperti apa rupanya. Namun kata orang-orang, jika aku dapat mengambil pelajaran darimu, dia akan jadi manis sekali. Semoga begitu.
Tahun-tahun dulu, kita berteman dekat. Setidaknya sekali dua kali sehari aku memanggilmu, mengajak bercengkerama. Kamu adalah bagian dariku yang kuanggap paling familiar. Ditemani kamu, aku merasa nyaman. Aku seperti kerbau dan kau lumpurnya, berkubang di dalammu adalah pekerjaanku, dusta bila kubilang aku tak menyenanginya.
Namun perubahan adalah mutlak, hal yang pasti terjadi. Setahun yang lalu seseorang datang padaku. Tak munafik sejak saat itu, lambat laun kita jarang bertemu. Dia membuatku melupakanmu waktu demi waktu. Setitik demi setitik, Hingga kini kita bak dua asing yang enggan bertatap muka.
Wahai bagian hidupku,
Aku bukan manusia sombong yang tak sudi memandang ke arahmu. Bukan sama sekali. Aku membutuhkanmu, dan menghargaimu jengkal demi jengkal. Tapi kini aku telah paham, telah mengerti. Dia mengajari bahwa kau hanyalah bagian diriku yang cukup kumiliki, tak perlulah terus-menerus aku kau iringi.
Duhai masa lalu, istirahatlah saja di kotakmu. Tenang dan diam sajalah di kepalaku, sebagai satu memori yang berpaut pada sistem limbikku. Mungkin ada satu dua waktu dimana aku mengunjungimu, menggenggammu dan menghadap wajahmu. Memaksamu keluar dari tempatmu mendengkur dengan nyaman saat aku lama tak menegur. Terimalah aku, sebagai muridmu yang ingin belajar padamu.
Masa laluku,
Aku tak mengapa kau gurui
asal jangan kau hantui.
Ajari aku pelajaran yang baik ;)
P.s. saudaramu, si masa depan itu tak kuketahui seperti apa rupanya. Namun kata orang-orang, jika aku dapat mengambil pelajaran darimu, dia akan jadi manis sekali. Semoga begitu.
tulisan yang semakin membaik, semoga tetap rajin menulis yaa :')
ReplyDelete- ika, tukangpos
Alhamdulillah, terima kasih ya kaak. Tetep semangat juga nganter surat2 kami #NaikAgya :D
ReplyDelete